27 Oktober jam 16:38 | Dahsyatnya, Menebarkan Salam Mengucapkan salam kepada sesama muslim kini perlahan-lahan mulai hilang dari... |
27 Oktober jam 11:37 | INNA LILLAHI WAINNA ILLAIHI RAJI'UN kami mengucapkan Turut Berduka Cita yang sedalam2nya Kepada seluruh para korb... |
26 Oktober jam 16:08 | Janganlah Kamu Bersedih Mungkin Anda pernah membaca ayat ini: “Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya... |
25 Oktober jam 10:09 | Untuk Apa Manusia Diciptakan? Mengapa Tuhan Menciptakan Manusia? Mengapa Manusia Harus Beribadah Kepada Tu... |
24 Oktober jam 2:29 | MANUSIA SUNGGUH MULIA BUKTI KEMULIAAN MANUSIA Manusia adalah makhluk paling mulia yang diciptakan... |
23 Oktober jam 21:07 | Ibadah-Ibadah di Bulan Dzulhijjah Sekarang bulan Dzulhijjah. Jika bulan ini disebut, maka dalam pikiran kita sp... |
23 Oktober jam 20:14 | Belajar Dari Kura-Kura Apa yang membedakan manusia dengan makhluk lain? Kita bilang; ‘akal!’. Manusi... |
22 Oktober jam 11:17 | UNDANGAN PELANTIKAN PB PII Periode 2010-2012 UNDANGAN PELANTIKAN PB PII Periode 2010-2012 hari ini Jum'at 22 Oktober 2010... |
22 Oktober jam 5:10 | Bening Hati Sang Nabi Dalam hidupnya, Rasulullah SAW selalu bersifat rendah hati dan pemaaf. Tiada... |
21 Oktober jam 12:45 | Pengaruh Cerita Dongeng Terhadap Mental Anak David McClelland, seorang pakar psikologi sosial, mengungkapkan hasil penelit... |
20 Oktober jam 23:05 | Spoiler Naruto chapter 514 Credit: Ohana Status: confirmed Spoiler Naruto 514 Rencana Kabuto, Kemaraha... |
20 Oktober jam 7:25 | Menjaga Lisan Kita Setiap ucapan Bani Adam itu membahayakan dirinya (bukan memberi manfaat), kec... |
19 Oktober jam 20:22 | Hukum Berjabatan Tangan dengan Yg Bukan Mahram Saat ini tidak jarang kita lihat ditengah-tengah masyarakat, baik artis, peja... |
19 Oktober jam 1:59 | Jilbab dan Kecantikan Mendengar kata cantik, yang terbayang adalah seorang wanita yang anggota waja... |
17 Oktober jam 8:46 | Janji Bukan Hanya Sebatas Ucapan Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling... |
15 Oktober jam 22:45 | Menahan Pandangan Ibnul Qayyim berkata bahwa pandangan mata kepada yang haram akan melahirkan l... |
14 Oktober jam 23:00 | Masalah Adalah Tantangan Oleh. Muhammad Yunus Bila anda menganggap masalah sebagai beban, anda mungki... |
14 Oktober jam 18:26 | Meluruskan Tuduhan Kristen Terhadap Islam Upaya untuk mendiskreditkan Umat Islam dan Nabi Muhammad Saw, saat ini memang... |
14 Oktober jam 10:41 | Spoiler Naruto chapter 513 Credits: Ohana Verification: Confirmed Translation: saladesu -Berterima kasih... |
12 Oktober jam 15:33 | Perbedaan Makna Kata "AKU", "KAMI" dan "ALLAH" dalam Al-Qur'an Assalamu 'Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu Bagi seluruh anggota FKPMI, se... |
Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka. (QS. An-Nisaa: 145)
Disebutkan dalam sebuah hadits shahih bahwa ciri-ciri orang munafik ada tiga: pertama, apabila ia berbicara ia berdusta; kedua, apabila ia berjanji ia mengingkari; ketiga, apabila diberi amanah ia berkhianat. (HR. Muslim)
Dari hadits tersebut dapat dilihat bahwa janji bukanlah perkara biasa. Meski demikian, kenyataannya janji sering muncul sebatas ucapan, yang begitu saja mudah dilupakan, seolah tiada bekas sama sekali. Padahal, kedudukan janji sangat tinggi pertanggungjawabannya di sisi Allah. Dalam hadits riwayat Muslim sendiri, orang-orang yang senang mengingkari janji dikategorikan sebagai orang-orang munafik. Selain itu, Al-Quran pun mensinyalirnya sebagai berikut, Orang-orang munafik mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak ada terkandung dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan. (QS. Ali Imran: 167).
Betapa banyak wahyu Allah Swt. yang diturunkan kepada umat-Nya mengingatkan tentang bahaya orang-orang munafik dan balasan yang akan diterimanya, baik pada kehidupan dunia maupun akhirat. Salah satunya dapat kita petik dari surat An-Nisaa ayat 138 yang mengabarkan siksaan yang amat pedih bagi orang-orang munafik. Hidup manusia tidak pernah luput dari selimut janji. Sejak ruh manusia ditiupkan, manusia telah berjanji kepada Rabb-Nya, kepada Rasul-Nya dan atas konsekuensi dien-nya. Sebuah ucapan kalimat sakti dari setiap hamba sebagai bentuk janji, ikrar diri tentang keesaan Tuhannya.
Kemudian, seorang anak manusia lahir ke dunia. Dalam perkembangannya, manusia akan hidup dalam lingkungan keluarga, menjalankan fungsinya sebagai bagian dari masyarakat, mengemban peran-peran. Di situlah manusia mulai akrab dengan istilah yang disebut janji. Di situ pula kesetiaan seseorang pada ucapannya diuji.
Ucapan menuntut sebuah pembuktian. Pembuktian tentang jaminan kesejahteraan, dan peningkatan kesejahteraan hidup, dan yang lain. Mungkin juga pembuktian atas janji pada diri, keluarga, anak, istri, untuk melakukan perbaikan. Lisan memang menjadi godaan yang berat. Bukankah semua hal yang kita ucapkan atau bahkan hanya kita simpan dalam hati, akan dipinta pertanggungjawaban oleh Allah?
Tidak dipungkiri, hati kecil sendiri sering berontak dengan pengingkaran-pengingkaran yang kita perbuat. Tapi entah, manusia lebih suka dengan dalih. Ya, segala macam alasan sering terlontar sebagai bentuk pertahanan dari kekerdilan jiwa yang ringkih. Sebagai bentuk pembenaran dari peningkatan yang dibuat sendiri. Kebohongan yang kesekian kali untuk pembenaran diri sendiri. Karena begitu seringnya terjadi atau kita dengar dalam lingkungan hidup kita, tak heran bualan-bualan janji akhirnya berkembang menjadi budaya. Budaya buruk yang terpelihara.
Dalam tatanan sosial, sanksi yang diterima oleh orang-orang yang mengumbar janji, antara lain jatuhnya harga diri seseorang. Kepada orang-orang yang sering berjanji dan sering pula mengingkari, ia tidak akan dipercaya lagi dalam lingkungannya. Apapun yang diucapkan akan dianggap angin lalu yang tidak berguna sekalipun itu sangat penting. Inilah konsekuensi berat yang harus diterima bagi orang-orang yang senang "obral" janji. Orang yang senang mempermainkan janji juga akan tersisih dari lingkungannya.
Lalu, apa yang akan diterima baginya sebagai balasan di akhirat nanti? Dikatakan dalam surat An-Nisaa ayat 145, Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.
Ya, Allah lindungilah kami, hamba-Mu ini dari sifat ingkar janji. Semoga kita terpelihara dari sifat-sifat orang munafik, sifat yang suka mengumbar janji tanpa peduli untuk menepati. Wallahu a'lam.
Disebutkan dalam sebuah hadits shahih bahwa ciri-ciri orang munafik ada tiga: pertama, apabila ia berbicara ia berdusta; kedua, apabila ia berjanji ia mengingkari; ketiga, apabila diberi amanah ia berkhianat. (HR. Muslim)
Dari hadits tersebut dapat dilihat bahwa janji bukanlah perkara biasa. Meski demikian, kenyataannya janji sering muncul sebatas ucapan, yang begitu saja mudah dilupakan, seolah tiada bekas sama sekali. Padahal, kedudukan janji sangat tinggi pertanggungjawabannya di sisi Allah. Dalam hadits riwayat Muslim sendiri, orang-orang yang senang mengingkari janji dikategorikan sebagai orang-orang munafik. Selain itu, Al-Quran pun mensinyalirnya sebagai berikut, Orang-orang munafik mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak ada terkandung dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan. (QS. Ali Imran: 167).
Betapa banyak wahyu Allah Swt. yang diturunkan kepada umat-Nya mengingatkan tentang bahaya orang-orang munafik dan balasan yang akan diterimanya, baik pada kehidupan dunia maupun akhirat. Salah satunya dapat kita petik dari surat An-Nisaa ayat 138 yang mengabarkan siksaan yang amat pedih bagi orang-orang munafik. Hidup manusia tidak pernah luput dari selimut janji. Sejak ruh manusia ditiupkan, manusia telah berjanji kepada Rabb-Nya, kepada Rasul-Nya dan atas konsekuensi dien-nya. Sebuah ucapan kalimat sakti dari setiap hamba sebagai bentuk janji, ikrar diri tentang keesaan Tuhannya.
Kemudian, seorang anak manusia lahir ke dunia. Dalam perkembangannya, manusia akan hidup dalam lingkungan keluarga, menjalankan fungsinya sebagai bagian dari masyarakat, mengemban peran-peran. Di situlah manusia mulai akrab dengan istilah yang disebut janji. Di situ pula kesetiaan seseorang pada ucapannya diuji.
Ucapan menuntut sebuah pembuktian. Pembuktian tentang jaminan kesejahteraan, dan peningkatan kesejahteraan hidup, dan yang lain. Mungkin juga pembuktian atas janji pada diri, keluarga, anak, istri, untuk melakukan perbaikan. Lisan memang menjadi godaan yang berat. Bukankah semua hal yang kita ucapkan atau bahkan hanya kita simpan dalam hati, akan dipinta pertanggungjawaban oleh Allah?
Tidak dipungkiri, hati kecil sendiri sering berontak dengan pengingkaran-pengingkaran yang kita perbuat. Tapi entah, manusia lebih suka dengan dalih. Ya, segala macam alasan sering terlontar sebagai bentuk pertahanan dari kekerdilan jiwa yang ringkih. Sebagai bentuk pembenaran dari peningkatan yang dibuat sendiri. Kebohongan yang kesekian kali untuk pembenaran diri sendiri. Karena begitu seringnya terjadi atau kita dengar dalam lingkungan hidup kita, tak heran bualan-bualan janji akhirnya berkembang menjadi budaya. Budaya buruk yang terpelihara.
Dalam tatanan sosial, sanksi yang diterima oleh orang-orang yang mengumbar janji, antara lain jatuhnya harga diri seseorang. Kepada orang-orang yang sering berjanji dan sering pula mengingkari, ia tidak akan dipercaya lagi dalam lingkungannya. Apapun yang diucapkan akan dianggap angin lalu yang tidak berguna sekalipun itu sangat penting. Inilah konsekuensi berat yang harus diterima bagi orang-orang yang senang "obral" janji. Orang yang senang mempermainkan janji juga akan tersisih dari lingkungannya.
Lalu, apa yang akan diterima baginya sebagai balasan di akhirat nanti? Dikatakan dalam surat An-Nisaa ayat 145, Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.
Ya, Allah lindungilah kami, hamba-Mu ini dari sifat ingkar janji. Semoga kita terpelihara dari sifat-sifat orang munafik, sifat yang suka mengumbar janji tanpa peduli untuk menepati. Wallahu a'lam.
0 komentar:
Posting Komentar